Ilmu dan Keadilan Adalah Dasar Segala Kebaikan
Jika masalah di atas telah jelas, maka orang yang berfikir
dan mengerti tentang dirinya tidak akan mengutamakan kecintaan pada apa yang
membahayakan dan membuatnya menderita. Dan hal itu tidak akan terjadi kecuali
karena maksud dan keinginannya yang rusak. Untuk itu perlu disinggung dua hal:
Pertama, soal kebodohan dan kedua soal kezaliman. Manusia, pada dasarnya
diciptakan dalam keadaan zalim dan bodoh. la tidak akan bisa terlepas dari
kebodohan dan kezaliman kecuali jika Allah mengajarinya apa yang bermanfaat
serta memberikannya petunjuk. Siapa yang dikehendaki-Nya baik, maka Dia akan
mengajarinya apa yang bermanfaat baginya, sehingga ia terbebas dari kebodohan,
dan bermanfaat baginya apa yang diajarkan-Nya, dan dengan demikian, ia juga
terbebas dari kezaliman. Adapun jika Allah tidak menghendaki kebaikan pada
orang tersebut, maka Allah membiarkannya pada dasar penciptaan semula (bodoh
dan zalim). Demikian seperti disebutkan dalam Al-Musnad” dari hadits Abdullah
bin Amr dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwasanya beliau bersabda,
“Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk-Nya dalam keadaan
kegelapan. Lalu Ia memancarkan cahaya-Nya. Maka barangsiapa yang terkena cahaya
itu ia mendapat petunjuk dan barangsiapa tidak mendapatkannya maka ia
tersesat.” 1)
Nafsu selalu menginginkan apa yang membahayakannya dan tidak
bermanfaat baginya. Sebab terkadang dia memang tidak mengerti bahayanya, tetapi
terkadang pula karena niatnya yang buruk, atau karena kedua-duanya.
Dalam Kitab Suci-Nya, Allah mencela orang yang menuruti
ajakan kebodohan dan kezaliman. Allah befirman,
“Makajika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah
bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan
siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan
tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al-Qashash: 50).
“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan dan
apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang
petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka.” (An-Najm: 23).
Maka, dasar segala kebaikan adalah ilmu dan keadilan dan
dasar segala kejahatan adalah kebodohan dan kezaliman. Dan Allah telah
menjadikan keadilan yang diperintahkan sebagai batasan. Maka, barangsiapa yang
melampauinya berarti ia berlaku zalim dan melampaui batas. Dan karenanya, ia
akan mendapatkan celaan dan hukuman sesuai dengan tingkat kezaliman dan permusuhannya.
Karena itu Allah befirman,
“Makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
(Al-A’raaf: 31).
Kemudian Allah befirman tentang orang-orang yang mencari
(kenikmatan biologis) selain dengan istrinya atau budak wanitanya,
“Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah
orang-orang yang melampaui batas.” (Al-Mukminun: 7).
“Dan janganlah melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Al-Baqarah: 190).
Maksudnya, kecintaan kepada kezaliman dan permusuhan adalah
disebabkan karena rusaknya ilmu atau rusaknya tujuan, atau dikarenakan
kerusakan oleh keduanya.
Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa rusaknya tujuan
disebabkan oleh rusaknya ilmu. Jika tidak, tentu kalau ia mengetahui bahaya
tersebut berikut konsekwensinya, ia tidak akan mengutamakannya.
Karena itu, orang yang mengetahui ada makanan lezat, tetapi beracun
ia tidak akan menyantapnya. Sedang ketidakmengertiannya tentang bahaya yang
bakal mengancam, juga lemahnya keinginan untuk menjauhinya menjadikannya
terjerumus dalam bahaya tersebut.
Karena itu, hakikat iman yaitu yang membawa pemiliknya untuk
melakukan apa yang bermanfaat baginya dan meninggalkan apa yang
membahayakannya. Jika ia tidak melakukan hal yang bermanfaat, atau tidak
meninggalkan yang membahayakannya, maka berarti imannya belum iman yang
sesungguhnya, tetapi ia baru memiliki kadar iman seperti itu. Seorang Mukmin
yang hakiki adalah yang dengan neraka seakan-akan ia melihatnya, sehingga ia
tidak meniti jalan yang menjerumuskan dirinya ke dalamnya, apatah lagi berusaha
untuk masuk ke dalamnya. Juga seorang Mukmin yang hakiki adalah yang dengan
surga ia tidak berpangku tangan untuk tidak berusaha mencarinya. Dan hal
tersebut sama dengan apa yang dicari manusia di dunia dari berbagai
kemanfaatan, atau untuk menghindar dari berbagai bahaya.
Ighatsatul Lahfan – Ibnul Qoyyim Al Jauziyah
Footnote
1) (2/176,197). Dan diriwayatkan pula oleh Al-Ajuri dalam Asy-Syari’ah (hal. 175), Ibnu Hibban (1812), Al-Hakim (l/30),At-Tirmidzi (2644) dari jalur Abdullah bin Ad-Dailami dari Ibnu Umar dan sanad-nya adalah shahih.
1) (2/176,197). Dan diriwayatkan pula oleh Al-Ajuri dalam Asy-Syari’ah (hal. 175), Ibnu Hibban (1812), Al-Hakim (l/30),At-Tirmidzi (2644) dari jalur Abdullah bin Ad-Dailami dari Ibnu Umar dan sanad-nya adalah shahih.
- Guru penolong kanan terlampau
- Pelakon lari bogel kena tangkap khalwat
- Aksi Ranjang Dua Pelakon 'Laga' Bersebab
Comments
Post a Comment